Loading...

PANDUAN TATA LAKSANA REHABILITASI COVID-19 (Edisi Kedua)

Administrator 27 Maret 2024 1413x
  1. Anitta F.S. Paulus, Sp.KFR(K), dr. Andi Dala Intan Sapta Nanda, Sp.KFR & Prof. Dr. dr. Hening Laswati Putra, Sp.KFR(K) - 16 Agustus 2021

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr wb.

COVID-19 memiliki variasi permasalahan baik secara medis maupun non-medis dan menggemparkan seluruh dunia. Di tengah kondisi tersebut, kami dari Perhimpunan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia turut berperan dalam membantu proses penyembuhan pasien-pasien  yang berdampak akibat COVID-19. Oleh karena itu, kami harapkan panduan ini dapat menjadi tuntunan bagi para Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Dr SpKFR) yang membantu penanganan pasien-pasien dengan kriteria tanpa gejala dan gejala ringan yang sedang melakukan isolasi mandiri di rumah ataupun di lokasi tertentu supaya tidak jatuh kepada komplikasi tertentu dan lebih optimal dalam pemulihannya. Kami senantiasa menjaga agar kapasitas fungsional pasien-pasien tetap dalam kondisi yang adekuat selama fase isolasi berlangsung, tentunya sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi. Panduan ini disusun berdasarkan peranan Dr SpKFR dalam pelayanan rehabilitasi pasien COVID-19 dalam mencegah dekondisi, mengoptimalkan status fungsional, mengoptimalkan fungsi paru, hingga meningkatkan kualitas hidup.

Saya mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun, yang telah melakukan percepatan pembuatan panduan ini. Tentunya panduan ini akan terus berubah seiring dengan dinamika pandemi yang terjadi.

Semoga pada masa pandemi yang sulit ini kita semua tetap semangat memberikan kontribusi sesuai dengan keilmuan, dan semoga kita semua tetap diberikan  limpahan kesehatan dari-Nya. Aamin YRA.

Wassalamualaikum wr wb.

 

Jakarta, 23 Juli 2021

 

 

Dr. dr. Tirza Z. Tamin, Sp.KFR(K)

Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran  Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (PB PERDOSRI)

Sambutan

Assalamualaikum wr wb.

Dunia setahun ini berada dalam situasi pandemi COVID-19. Dengan kondisi tersebut, dan dengan bertambahnya jenis varian baru, maka angka penularan pun menjadi meningkat. Tentunya angka kesakitan juga meningkat. Banyak yang melakukan isolasi mandiri dengan kriteria tanpa gejala dan gejala ringan. Kolegium IKFRI dan PB PERDOSRI menerbitkan panduan ini agar dapat diimplementasikan oleh para Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia kepada pasien-pasien yang terdampak.

Selain itu, ini juga merupakan upaya untuk menurunkan risiko memberatnya gejala untuk pasien-pasien yang sedang menjalani isolasi mandiri. Panduan ini tidak akan tersusun tanpa peran dari para penyusun. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih atas sumbangsihnya. Kedepannya tentu panduan ini akan terus berubah seiring dengan perkembangan keilmuan yang akan terjadi, diharapkan menjadi panduan dengan menyesuaikan kondisi lapangan.

Akhir kata, marilah kita bersama-sama berjuang membantu memutuskan rantai COVID-19 dan membantu proses pemulihan kesehatan pasien-pasien yang terdampak serta banyak memohon perlindungan Allah SWT agar kita senantiasa terus diberikan kesehatan dan dapat tetap memberi pelayanan sebaik-baiknya selama pandemi ini. Sekian dan terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb.

 

Surabaya, 23 Juli 2021

 

 

 

Prof. Dr. dr. Hening Laswati Putra, Sp.KFR(K)

Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia

 

 

A.     LATAR BELAKANG

Setelah lebih dari 1 tahun pandemi COVID-19 berjalan, dengan pengalaman klinik diperkuat bukti kedokteran yang dilaporkan berbagai pusat rehabilitasi dari beberapa negara maka dilakukan beberapa revisi tata laksana klinis dalam rehabilitasi COVID-19, mulai dari fase akut sampai fase post COVID-19 yang dilakukan bagi para penyintas.

Lonjakan kasus yang sangat banyak di bulan Juni dengan varian baru COVID-19, menjadikan pasien semakin banyak dengan derajat klinis yang semakin berat pada saat pasien masuk RS, kebutuhan suplementasi O2 yang tinggi untuk memenuhi target oksigenasi jaringan, mendorong peran Dokter Spesialis KFR yang lebih awal dan lebih besar pada pasien-pasien COVID-19 mulai dari fase awal.

Untuk itu, dilakukan perubahan-perubahan dari  tata laksana rehabilitasi COVID-19 yang diterbitkan Kolegium bulan Maret 2020.

 

 

 

 

 

 

 

B.     REHABILITASI FASE AKUT

I.            Klasifikasi Klinis COVID-19

Ringan

 

Pasien simptomatis memenuhi kriteria COVID-19 tanpa penumonia viral atau hipoksia.

Sedang

Pneumonia

Remaja dan dewasa dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat), tapi tidak ada tanda pneumonia berat, termasuk SpO2 > 90% pada udara ruangan.

 

Anak dengan tanda-tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk, sulit bernapas, napas cepat dan atau retraksi dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat.

Napas cepat (frekuensi napas/menit):

< 2 bulan  : > 60

2-11 bulan : > 50

1-5 tahun  : > 40

Diagnosa dapat ditegakkan secara klinis, foto toraks, CT Scan, ultrasound dapat membantu diagnosis dan identifikasi atau menyingkirkan komplikasi pulmonal.

Berat

Pneumonia berat

Remaja dan dewasa dengan gejala dan tanda pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: RR > 30x/m, distres respirasi berat; atau SpO2 <90 udara ruangan.

Anak dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau susah bernapas) ditambah sekurangnya satu dari:

-        Sianosis sentral atau SpO2 <90% ; distres respirasi berat (mis; napas cepat, mendengkur, retraksi sangat berat); tanda bahaya umum; tidak bisa menetek atau minum, letargi atau tidak sadar atau kejang.

-        Napas cepat (frekuensi/menit) < 2 bulan > 60, 2-11 bulan > 50, 1-2 tahun  > 40

-        Diagnosa dapat ditegakkan secara klinis, foto toraks, CT scan, ultrasound dapat membantu diagnosis dan identifikasi atau menyingkirkan komplikasi pulmonal

Kritis

Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Onset : dalam 1 minggu perburukan klinis (mis: pneumonia) atau ada gejala respirasi baru atau perburukan.

Radiologi : foto toraks, CT Scan, US; opasitas bilateral, volume overload yang tidak bisa dijelaskan, lobar atau lung collapse, atau nodul.

Sumber infiltrat pulmonal : gagal napas tidak sepenuhnya terjelaskan karena gagal jantung atau overload cairan. Diperlukan pemeriksan objektif : ECHO untuk menyingkirkan penyebab hidrostatik dari infiltrat/edema jika tidak ada faktor resiko.

Gangguan oksigenasi pada dewasa :

-        ARDS ringan : 200 mmHg <PaO2/FiO2 < 300 mmHg (PEEP/ CPAP > 5 cmH2O)

-        ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 < 200 mmHg (PEEP > 5 cmH2O)

-        ARDS berat : (Terintubasi) : OI > 16 atau OSI > 12,3

Gangguan oksigenasi pada anak :  Gunakan OI bila tersedia. Jika PaO2 tidak ada, sapih FiO2 untuk mempertahankan SpO2 < 97% atau untuk menghitung OSI atau SpO2/FiO2 ratio;

-        Bilevel (NIV atau CPAP) > 5 cmH2O via full face mask; PaO2/FiO2 < 300 mmHg atau SpO2/FiO2 < 264

-        ARDS ringan (terintubasi) : 4 < OI < 8 atau 5 < OSI < 7,5

-        ARDS sedang (terintubasi) : 8 < OI 16  atau 7,5 < OSI < 12,3

-        ARDS berat (terintubasi) : OI > 16 atau OSI > 12,3

Kritis

Sepsis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Syok sepsis

Dewasa : Disfungsi organ yang mengancam jiwa akut disebabkan disregulasi respons host atau tebukti infeksi. Tanda-tanda disfungsi organ termasuk perubahan status mental, sudah atau bernapas cepat, desaturasi, diuresis menurun, takikardi, nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, koagulopati, trombositopenia, acidosis, laktat naik atau hiperbilirubinemia.

 

dr. Anitta F.S. Paulus, Sp.KFR(K), dr. Andi Dala Intan Sapta Nanda, Sp.KFR & Prof. Dr. dr. Hening Laswati Putra, Sp.KFR(K)

Bagikan