Loading...

Panduan Pelaksanaan Telemedicine

Administrator 27 Juli 2024 3537x

PB PERDOSRI - 14 September 2021

Panduan Pelaksanaan Telemedicine

 

 

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dinyatakan sebagai Pandemi oleh WHO dan Indonesia telah menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020, dan sebagai bencana nasional non-alam melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah semakin meningkat dan meluas lintas wilayah yang ditandai dengan peningkatan jumlah kasus dan penyebaran serta telah terjadi transmisi epidemiologi.

Situasi pandemi COVID -19 yang terjadi di Indonesia  dimulai sejak munculnya pasien pertama di awal Maret 2020, sehingga dinyatakan sebagai bencana nasional. Hal ini sangat membutuhkan pelayanan kesehatan mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam upaya tetap memberikan pelayanan di bidang Spesialisasi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi untuk menghindari transmisi COVID-19 dan mendukung program pemerintah dalam PSBB, maka diperlukan panduan pelayanan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi yang dinamakan TELEMEDICINE.

Dasar pertimbangan adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487);
  5. Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
  6. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional;
  7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 259);
  8. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Konsil Kedokteran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 351) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Konsil Kedokteran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1681);
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas  Pelayanan Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 890);
  10. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020, tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melaluiTelemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) di Indonesia;
  11. Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Nomor: YR.03.03/III/III8/2020, tentang Himbauan Tidak Praktik Rutin Kecuali Emergensi yang salah satunya adalah menyarankan untuk menggunakanTelemedicine dalam berpraktek;
  12. Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020, tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan PenyebaranCorona Virus Disease (COVID-19);
  13. Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Nomor 017/PB/K.MKEK/05/2020, tentang Fatwa Layanan Telemedis dan Konsultasi Daring Khususnya di Masa Pandemi COVID-19;
  14. Surat Rekomendasi Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) No.020/PB/MPPK/05/2020 tentang Pelayanan Telemedis di Saat Pandemi COVID-19;
  15. Buku “Telemedis: Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia Untuk Masa Depan Digitalisasi Kesehatan di Indonesia”, terbitan PB IDI tahun 2018.
  16. JurnalTele-rehabilitation: present and future oleh Mauro Zampolini, Elisabetta Todeschini, Montserrat Bernabeu Guitart, Hermie Hermens, Stephan Ilsbroukx, Velio Macellari, Riccardo Magni, Marco Rogante, Sandro Scattareggia Marchese, Miriam Vollenbroek, dan Claudia Giacomozzi, dipublikasikan di Annali dell'Istituto superiore di sanita tahun 2018 Vol. 44, no. 2 halaman 125-134.

 

Maka PB PERDOSRI menghimbau semua Sejawat Anggota PERDOSRI di seluruh Indonesia, dalam menyelenggarakan Telemedicine agar :

  1. Dapat melaksanakan peraturan dan panduan di atas dengan tetap berpegang teguh pada Etika Kedokteran. Pelayanan jarak jauh melalui Telemedicine ini hanya berlaku selama masa pandemi COVID-19 untuk mengurangi resiko pasien/keluarganya dari kontak/terpapar pasien COVID-19 di fasyankes, dan dapat ditinjau kembali setelah masa pandemi berakhir.
  2. Kegiatan Telemedicine dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, yang selanjutnya disebut dengan Telerehabilitasi adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Telerehabilitasi dilakukan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dengan mempunyai STR dan SIP yang masih berlaku.
  4. Telerehabilitasi harus diselenggarakan oleh atau bersama fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dimana Surat Ijin Praktek (SIP) berada untuk memberikan keamanan berupa patient safety dan doctor safety.
  5. General Consent dan Informed Consent wajib dimintakan serta dijelaskan tentang keterbatasan dalam pelayanan kesehatan melalui Telerehabilitasi sebelum dilakukan TelerehabilitasiPasien diharapkan dapat memberikan Agreement yang tersedia secara Telerehabilitasi. Penjelasan bahwa layanan Telerehabilitasi tidak menjamin mutlak untuk kesembuhan dan pelayanannya tidak ideal serta kurang komprehensif harus disebutkan saat awal pendahuluan konsultasi. Hal ini dapat dilakukan oleh tim fasyankes yang mengatur pelayanan Telemedicine tersebut;
  6. Telerehabilitasi tersebut harus terekam dalam rekam medis yang ada di fasyankes tempat Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi bekerja sebagai bukti dan pencatatan dari hasil konsultasi hingga pemberian tatalaksana baik farmakologi maupun non farmakologi kepada pasien.
  7. Telerehabilitasi sebagaimana dimaksud di atas berupa wawancara secara tertulis, melalui suara, maupun video.
  8. Kasus yang dapat dilayani oleh Telerehabilitasi yaitu kasus lama dengan kondisi stabil dan tidak termasuk dalam kategori gawat darurat serta mampu dilaksanakan melalui pelayanan Telemedicine meliputi kasus rehabilitasi muskuloskeletal, rehabilitasi kardiorespirasi, rehabilitasi neuromuskular, rehabilitasi cedera olahraga, rehabilitasi pediatri, dan rehabilitasi geriatri.
  9. Proses wawancara saat Telerehabilitasi mencakup anamnesis, gross physical examination look and move, serta bila perlu feel (oleh pasien) baik secara generalisata maupun regio/area yang terlokalisir dikeluhkan hingga penilaian fungsional pasien dengan menggunakan tools terukur (contoh: Visual Analog Scale/Numeric Rating Scale, Borg scale/Talk Test, Barthel Index, dan lain lain) yang dapat diberikan untuk menegakkan diagnosis medis sementara, diagnosis banding, dan atau diagnosis fungsional.
  10. Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dapat diberikan berupa farmakologi dan nonfarmakologi (edukasi, modalitas fisik sederhana (contoh : hot/ice packs), home exercise program (HEP) hingga edukasi untuk keluarga dan caregiver) dengan arahan yang jelas dan sesuai Panduan Praktik Klinis.
  11. Apabila tidak ada perbaikan gejala/keluhan (contoh: nyeri bertambah, aktifitas kehidupan sehari-hari menurun) atau terdapat keluhan baru (bukan diagnosa lama) maka pasien diminta datang langsung ke fasyankes (Rawat Jalan Rehabilitasi Medik) untuk mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.
  12. Apabila ada hal-hal baru yang memiliki tendensi ke arah kondisi yang mengkhawatirkan dan gawat darurat, maka pasien segera diminta untuk datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)/Fasyankes terdekat.
  13. Telerehabilitasi tidak diperkenankan untuk:

-          Memberikan diagnosis definitif

-          Menganjurkan tatalaksana yang tidak sesuai dengan Panduan Praktik Klinis (PPK) PERDOSRI

-          Memberikan surat keterangan sehat

-          Menangani keluhan yang bersifat kasus gawat darurat

  1. Pemberian second opinion dalam Telerehabilitasi dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan tidak mendiskreditkan dokter yang lain.
  2. Telerehabilitasi dapat memfasilitasi pemberian obat (kecuali narkotika dan psikotropika) yang diresepkan ke apotek yang terhubung dengan fasyankes untuk mengatasi keluhan non gawat darurat sesuai bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
  3. Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi berhak menerima jasa medis yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan fasyankes dalam melakukan pelayanan Telerehabilitasi.
  4. Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang melakukan Telerehabilitasi wajib menjaga kerahasiaan pasien dan memastikan kerahasiaan medis menjadi tanggung jawab fasyankes terkait.
  5. Pada masalah tertentu yang belum diatur dalam ketentuan ini dapat dikonsultasikan dengan PB PERDOSRI.

Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi diharapkan melaksanakan panduan di atas dalam pemberian pelayanan kepada pasien melalui Telerehabilitasi pada kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia. Apabila terdapat kesulitan dalam pelaksanaannya, sejawat dapat menghubungi dan berkoordinasi dengan PERDOSRI Cabang yang akan diteruskan ke PB PERDOSRI.

Demikian disampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya diucapkan terima kasih.

Bagikan